Peringatan Bagi yang Suka Meninggalkan Shalat
Peringatan Bagi yang Suka
Meninggalkan Shalat
Alhamdulillah, sehala puji bagi Allah.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kelaurga dan para
sahabatnya.
Sesungguhnya shalat merupakan perkara
yang besar. Karena ia merupakan tiang Islam dan rukunnya yang paling utama
sesudah dua kalimat syahahadat. Maka siapa yang menjaganya, ia telah memelihara
diennya. Dan siapa yang meremehkan dan meninggalkan shalat, ia terhadap syariat
Islam yang lain pasti lebih meremehkan.
Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk
menunaikan shalat dan menjaganya.
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ
قَانِتِينَ
“Peliharalah segala shalat (mu), dan
(peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 238)
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS.
Al-Bayyinah: 5)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ
الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut:
45)
Dan ayat-ayat yang membacarakan tentang
shalat, mengagungkannya, dan menyuruh melaksanakannya sangat banyak sekali.
Telah diriwayatkan dengan shahih dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ
الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Pokok segala urusan ialah Islam,
tiangnya adalah shalat, dan puncaknya jihad di jalan Allah.” (HR. Ahmad dan
al-Tirmidzi, beliau menilai sebagai hadits Hasan shahih)
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ
وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima pilar:
Syahadat bahwa tidak ada tuhan (yang hak) kecuali Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan
puasa Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih)
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ
كَفَرَ
“Perjanjian (yang membedakan) antara
kami dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa yang sengaja
meninggalkannya maka ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Ahlussunan)
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
“Sesungguhnya pembatas antara
seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR.
Muslim dari Jabir)
Maknanya, yang menghalanginya dari
menjadi kafir adalah selama dia tidak meninggalkan shalat. Maka apabila ia
meninggalkannya, tidak ada pembatas antara dia dan kesyirikan, bahkan ia telah
masuk ke dalamnya. (Keterangan tambahan dari Syarah Muslim li al-Nawawi)
Dan hadits-hadits tentang masalah ini
sangat banyak yang semuanya menunjukkan kufurnya orang yang meninggalkan shalat
walaupun ia tidak menentang hukum wajibnya. Ini merupakan pendapat yang shahih
(benar) dalam masalah ini, berdasarkan dalil yang menunjukkannya.
Maka
apabila ia meninggalkan shalat, tidak ada pembatas antara dia dan kesyirikan,
bahkan ia telah masuk ke dalamnya.
Adapun jika menentang wajibnya shalat,
maka ia dikafirkan berdasarkan ijma’ para ulama walaupun ia tetap shalat.
Sebabnya, karena ia mendustakan Allah 'Azza wa Jalladan Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wasallam. Dan siapa yang meninggalkannya, maka tidak sah puasa dan
hajinya serta ibadah-ibadahnya yang selain itu. Karena kufur akbar menghapuskan
semua amal shalih sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ
مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di
hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5)
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan
Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Al-An’am: 88) dan ayat-ayat semakna dengan ini cukup banyak.
Maka perkara yang wajib bagi seorang
muslim dan muslimah, menjaga shalat lima kali sehari semalam sesuai dengan
waktunya, saling berpesan dengan hal itu, dan memperingatkan orang yang
meninggalkan dan meremehkannya, atau yang hanya meninggalkan sebagiannya.
Adapun
jika menentang wajibnya shalat, maka ia dikafirkan berdasarkan ijma’ para ulama
walaupun ia tetap shalat. Sebabnya, karena ia mendustakan Allah 'Azza wa
Jalla dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Bagi laki-laki, ia wajib menjaga
pelaksanaannya dengan berjamaah di rumah-rumah Allah 'Azza wa Jalla (masjid)
bersama saudara-saudaranya (kaum muslimin) yang lain. Hal ini berdasarkan sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
“Siapa yang mendengar adzan lalu
tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali karena ada udzur.”
Dikatakan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, “Apa yang
dimaksud udzur?” Beliau menjawab, “Takut dan sakit.”
Dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, Ada seorang laki-laki buta datang kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, lalu ia berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak punya
seorang yang menuntunku ke masjid. Apakah saya punya rukhshah(keringanan)
untuk shalat di rumahku? Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
kepadanya, “Apakah engkau mendengar panggilan shalat?” Ia menjawab, “Ya” Beliau
bersabda, “Kalau begitu, penuhilah panggilan tersebut.” (HR. Muslim, Nasai, dan
lainnya)
Hadits yang agung ini menunjukkan
agungnya urusan shalat berjama’ah bagi kaum Adam, kewajiban menjaganya dan
tidak meremehkannya. Sedangkan kebanyakan orang meremehkan shalat Fajar
(Shubuh), ini merupakan dosa dan kejahatan besar serta menyerupai orang-orang
munafik. Maka wajib menjauhi perilaku-perilaku tersebut, lalu bersegera
mendirikan shalat pada waktunya dengan berjama’ah bagi laki-laki sebagaimana
shalat-shalat lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا
قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ
اللَّهَ إِلا قَلِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu
menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri
untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat)
di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
(QS. Al-Nisa’: 142)
Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda,
إِنَّ أَثْقَلَ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ
وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ
حَبْوًا
“Shalat yang paling berat bagi
orang-orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat fajar. Seandainya mereka
mengetahui apa yang ada di dalamnya (pahalanya), pasti mereka akan
mendatanginya walau dengan merangkak.” (Bukhari dan Ahlussunan, dan ini
merupakan hadits yang disepakati keshahihannya)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah
bin Amru bin al-‘Ash radhiyallahu 'anhuma, berkata: Pada suatu hari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membicarakan shalat
tengah-tengah sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلَا
بُرْهَانٌ وَلَا نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ
وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ
“Siapa yang menjaganya, ia akan
memperoleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Dan siapa yang
tidak menjaganya, ia tidak akan punya cahaya, petunjuk, dan tidak selamat. Dan
kelak pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir’aun, Hamman, dan Ubay bin
Khalaf.” (HR. Ahmad, al-Daarimi, dan al-baihaqi dalam Syu’ab al-Iman.
Dishaihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykah al-Mashabih, no. 578) ini
merupakan ancaman keras bagi siapa yang tidak menjaga shalat.
Sebagian ulama berkata mengenai syarah hadits
ini: Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat akan dikumpulkan bersama
Fir’aun, Haman, Qarun, dan Ubai bin Khalaf; jika dia meninggalkan shalat karena
faktor kepemimpinan, kekuasaan, dan keamiran, ia menyerupai Fir’aun yang
melampaui batas dan berlaku zalim disebabkan kedudukannya, maka ia akan
digiring bersamanya ke neraka pada hari kiamat. Jika dia meninggalkan shalat
karena tugas dan pelayanan maka dia seperti Haman, seorang menteri Fir’aun yang
melampaui batas dan berbuat zalim dikarenakan kekuasaan, maka ia akan digiring
ke neraka bersamanya pada hari kiamat. Sedangkan kedudukannya tidak bermanfaat
dan tidak bisa menyelamatkannya dari neraka.
Jika ia meninggalkannya disebabkan harta
dan hawa nafsunya, ia menyerupai Qarun, pedagang kaya Bani Israil yang telah
Allah kabarkan, “Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia
berlaku aniaya terhadap mereka,” (QS. Al-Qashash: 76).
Qarun sibuk dengan harta dan syahwatnya,
durhaka kepada Musa dan berlaku sombong terhadap pengikutnya, lalu Allah
benamkanlah ia beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka ia tenggelam ke dalam bumi
sampai hari kiamat sebagai balasan yang disegerakan, disamping tetap
mendapatkan siksa neraka pada hari kiamat.
Keempat, orang yang meninggalkan shalat
karena sibuk dengan perdagangan dan jual-beli, menagih dan menghutangi, ia
sibuk dengan kegiatan mu’amalah dan melihat catatan, apa yang masih ada pada
fulan? apa yang masih ada pada fulan? Sehingga dia meninggalkan shalat, maka ia
menyerupai Ubay bin Khalaf, seorang pedagang besar dari Makkah dalam kekufuran,
maka ia akan digiring bersamanya ke neraka pada hari kiamat. Dan Ubai bin
Khalaf telah terbunuh pada perang Uhud sebagai orang kafir. Nabi shallallahu
'alaihi wasallam sendiri yang membunuhnya dengan tangannya yang mulia.
Ancaman ini menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat, -tanpa
diragukan lagi- walaupun ia tidak menentang hukum wajibnya. Selanjutnya kami
memohon keselamatan kepada Allah untuk diri kami dan seluruh kaum muslimin dari
menyerupai musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
[PurWD/voa-islam.com]
Sumber: Majmu’ Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah, Jilid X, disadur dan diterjemahkan oleh Badrul Tamam dari
Situs Resmi Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz:www.binbaz.org.sa.
Komentar
Posting Komentar